Wali Kota Palu diwakili Kepala Bidang Perencanaan Bappeda Kota Palu
Achmad Arwien Afries, S.T, M.T memimpin kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Dokumen Indeks Ketahanan Daerah ( IKD ) Kota Palu Tahun 2022.
Kegiatan yang diinisisiasi oleh Bidang Perencanaan Bappeda Kota Palu dilaksanakan di ruang pertemuan kampung nelayan pada Senin 07-11-2022 pukul 09.30 Wita.
Hadir pula tim penyusun Indeks Ketahanan Daerah (IKD), OPD terkait dan non OPD diantaranya sejumlah perwakilan jurnalis, Forum Pengurangan Resiko Bencana dan stakeholder lainnya.
Menurut Achmad Arwien, kegiatan dilakanakan dua hari dan hari pertama adalah pengisian kuisioner berdasarkan pertanyaan kunci dan respon ya atau tidak serta bukti verifikasi untuk memperkuat kesiapsiagaan penanganan darurat bencana.
Nantinya masing masing desk akan menjelaskan, namun tiga bagian yang dibentuk dalam FGD kali ini akan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Dan peran dari tim penyusun IKD akan memberikan nilai dalam bentuk skor.
Sebut Achmad Arwien, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam program kegiatan lintas sektor ini diharapkan dapat berlangsung lebih baik dengan adanya instrumen kebijakan ini.
Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka Badan Nasional Penanggulangan Bencana dipandang perlu untuk menyusun Petunjuk Teknis Pengukuran Indeks Ketahanan Daerah menggunakan 71 indikator sehingga perangkat pengukuran dimaksud dapat digunakan dengan mekanisme dan prosedur yang sama.
Diharapkan hasil yang didapatkan dari proses pengukuran (yang dilakukan baik dengan atau tanpa pendampingan BNPB) tersebut berupa rekomendasi dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kajian risiko bencana dan rencana penanggulangan bencana yang juga sebagai input pengukuran penurunan Indeks Risiko Bencana Kabupaten/Kota.
Indeks Ketangguhan Daerah adalah instrumen untuk mengukur kapasitas daerah dengan asumsi bahwa bahaya atau ancaman bencana dan kerentanan di daerah tersebut kondisinya tetap. Tiga hal tersebut, yaitu indeks kapasitas, kerentanan, dan ancaman bencana adalah komponen penyusun IRBI.
Oleh karenanya, dengan IKD yang mengukur kapasitas suatu daerah dapat dilakukan monitoring dan evaluasi naik dan turunnya IRBI di daerah tertentu. Dari IKD, maka setiap kabupaten/kota mampu mengetahui apa saja upaya yang sudah dilakukan dan langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk menurunkan risiko.
Dalam penyusunan IKD, ada 2 pertimbangan awal yang di gunakan yaitu Karekteristik Wilayah dan Potensi Bencana pada daerah yang mau diukur. Untuk karakteristik wilayah dengan mempertimbangkan apakah wilayah tersebut memiliki lahan gambut atau tidak, sedangan untuk potensi bencana dengan mempertimbangkan 8 (delapan) jenis bencana yaitu: Gempa Bumi, Tsunami, Banjir, Banjir Bandang, Tanah Longsor, Letusan Gunung Berapi, kebakaran hutan dan lahan serta terakhir kekeringan.
Telah dijelaskan di atas, 71 indikator yang diukur itu merupakan penjabaran dari 7 sasaran atau fokus prioritas yaitu:
Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan;
Pengkajian Resiko dan Perencanaan Terpadu;
Pengembangan Sistem Informasi, Diklat dan Logistik;
Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana;
Peningkatan Efektifitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana;
Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Daarurat Bencana; dan
Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana.
Tujuh fokus prioritas dan 71 indikator tersebut dijabarkan menjadi 284 pertanyaan yang akan disebarkan menjadi daftar quisioner kepada pihak-pihak yang terkait.
Tentunya diharapkan pemilihan pihak-pihak terkait tersebut harus secara cermat dan tepat agar nantinya didapatkan jawaban atau tanggapan yang tepat dan sesuai dikarenakan akan ditindaklanjuti dengan verifikasi pembuktian dari jawaban atau tanggapan yang diberikan disetiap pertanyaan tersebut.
Inilah yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan melakukan penilaian dan akan menjadi skor dalam IKD Kota Palu.
Berdasarkan pengukuran indikator pencapaian kapasitas daerah maka kita dapat membagi tingkat kapasitas tersebut ke dalam 5 tingkatan, yaitu:
Level 1 – Daerah belum memiliki inisiatif atau dukungan untuk menyelenggarakan atau menghasilkannya.
Level 2 – Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian dalam upaya pengurangan risiko bencana, atau telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana dalam rencana dan kebijakan, namun dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis, belum selesai, atau belum sesuai kualitas standar, dikarenakan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan sistematis.
Level 3 – Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk mengurangi dampak negatif dari bencana.
Level 4 – Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-capaian yang berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam komitmen, sumberdaya finansial ataupun kapasitas operasional dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
Level 5 – Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan, sehingga manfaat dari hasil/penyelenggaraan mewujudkan perubahan jangka panjang.
Secara umum kegiatan penyusunan dokumen yang menghasilkan indeks Ketahanan Daerah Kota Palu di tahun 2022 dilaksanakan berdasarkan metode skoring 71 Indikator dalam Perangkat Penilaian Kapasitas Daerah dari BNPB berdasarkan Perka BNPB No. 3 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana.
Indikator akan diukur dengan kesepakatan bersama menggunakan data-data sekunder dan primer sesuai dengan kondisi daerah Kota Palu, yang kemudian akan diolah secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai akhir Indeks Ketahanan Daerah, dan akan disimpulkan secara kualitatif untuk rekomendasi dalam peningkatan kapasitas daerah Kota Palu.
Tahapan pelaksanaan penyusunan penilaian kapasitas ini antara lain:
Tim penyusun selain melakukan tugas penyusunan dokumen secara individu, juga melaksanakan kerja studio. Kerja studio ini dilaksanakan agar terjadi persamaan persepsi antara anggota tim untuk mempercepat penyelesaian dokumen. Kerja studio ini juga melibatkan anggota tim teknis.
Hal senada juga disampaikan salah seorang tim penyusun IKD, DR Anshar Munir, S.Sos, M.Si bahwa Indikator-indikator dalam Perangkat Penilaian Kapasitas Daerah (71 Indikator) dipetakan terlebih dahulu untuk menentukan OPD/Pihak mana yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam indikatornya.
Akan dilaksanakan kegiatan Konsultasi Publik (masing-masing sekali pada awal dan akhir kegiatan) serta diskusi kelompok terfokus dengan melibatkan stakeholders sebagai kegiatan uji publik dan menerima saran serta masukan.
Diskusi kelompok terfokus dilaksanakan secara partisipatif dengan peserta dari pemerintah, non pemerintah, dan masyarakat yang didampingi oleh minimal satu orang tim penyusun sebagai fasilitator. Diskusi kelompok dilaksanakan dengan mengacu pada daftar indikator dan pertanyaan yang diisi bersama-sama sesuai dengan kondisi kapasitas daerah, dan disepakati oleh seluruh peserta diskusi.
Dikarenakan adanya pertanyaan-pertanyaan dalam indikator pengukuran yang memerlukan kesepakatan tertulis, maka perlu dilampirkan Berita Acara atau Kesepakatan Tertulis yang ditandatangani peserta dalam setiap FGD dan konsultasi publik.
Diskusi ini akan menghasilkan hasil skoring sementara yang akan dihitung secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai indeks ketahanan daerah, serta indeks fokus prioritas berdasarkan hasil dari indikator masing-masing.
Sebagai klarifikasi hasil diskusi, dokumen-dokumen pendukung untuk setiap indikator akan dikumpulkan sebagai bukti verifikasi.
Sebutnya lagi, rekomendasi disusun secara kualitatif berdasarkan nilai indeks ketahanan daerah serta prioritas kebijakan untuk peningkatan kapasitas penanggulangan bencana.
Untuk memperkuat kesepakatan daerah mengenai hasil secara keseluruhan, di tahap penyusunan akhir atau di Konsultasi Publik terakhir, perlu dibuat Surat Kesepakatan Bersama yang menyatakan bahwa seluruh jawaban dalam kuisioner telah disetujui oleh seluruh peserta, dan ditandatangani oleh seluruh peserta.