Pemerintah Kota Palu kembali melaksanakan giat Motesa Ngata. Dengan mengambil tema Bergerak Bersama Menata Perparkiran di Kota Palu.
Kegiatan yang diinisiasi Bappeda Kota Palu dilaksanakan di kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Palu pada Kamis 19-10-2023.
Dalam motesa ngata tersebut, sejumlah narasumber menyampaikan pandangannya. Kepala Dinas Perhubungan Kota Palu (Bapak Trisno Yunianto DP, SH., MH)
Pembahasan mengenai retribusi perparkiran sebenarnya sudah dilaksanakan sejak lama, namun di Tahun 2021 baru dibentuknya regulasi mengenai perparkiran ini.
Jadi, di tahun sebelumnya, perparkiran seakan tanpa aturan. Dari Tahun 2021 mulai dibentuk regulasi, di Tahun 2022 mulai dibuat peraturannya yaitu Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam perda tersebut dibahas mengenai juru parkir yang wajib menggunakan rompi dan memberi karcis, dan akan diberi sanksi denda dan dipenjara selama 15 hari.
Jika mendapatkan juru parkir yang tidak melakukan hal tersebut, maka masyarakat dapat langsung mengajukan aduan melalui kontak Dishub yang telah dibagikan.
Pemberlakuan sanksi penjara selama 15 hari ini juga merupakan salah satu permasalahan yang menjadi kekhawatiran, karena ditakutkan menimbulkan masalah lain yang bergejolak, sehingga sampai saat ini pihak yang bersangkutan masih mencari jalan keluar.
Sebutnya lagi, Salah satu hal yang juga menjadi kekhawatiran masyarakat yaitu adanya premanisme, dimana juru parkir liar yang akan melakukan pengancaman.
Permasalahan lainnya yaitu pendapatan juru parkir yang merupakan salah satu pendapatan yang tidak jelas sirkulasinya. Para juru parkir bisa mendapatkan uang sebesar Rp 98 Juta per bulan, namun yang disetor kepada pemerintah hanya Rp 6 Juta.
Parkir yang ditempatkan dipinggir jalan sehingga menutup jalan umum dapat dikenakan denda.
Pada tanggal ditetapkannya Perda No. 6 Tahun 2023, yaitu 1 Agustus 2023, usaha yang dilakukan yaitu dengan menyebarkan flyer, pemasangan banner, dan sosialisasi melalui medsos mengenai informasi perparkiran ini.
Telah dilakukan pendataan adanya lokasi-lokasi yang biaya parkirnya tidak sesuai aturan, ada yang sampai Rp5.000,- per kendaraan.
Telah dilakukan teguran terhadap pelaku usaha yang tidak sesuai jumlah pemasukannya dengan jumlah yang disetor, seperti di Grand Hero, dimana pendapatan parkir berpotensi hingga Rp 80 Juta per bulan, namun yang disetor hanya Rp 6 Juta saja.
Ada pihak masih ragu untuk lebih menegaskan adanya sanksi penjara, karena ditakutkan adanya gejolak masyarakat, sehingga selama ini pelanggar (juru parkir liar) hanya disuruh buat surat pernyataan lalu diperbolehkan pulang, dan seperti itu seterusnya, sehingga para pelanggar juga hanya menganggap biasa, tidak adanya efek jera.
Hal ini telah didiskusikan dan dikoordinasikan Dishub bersama denga TNI, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Selanjutnya diharapkan bantuan masyarakat untuk merealisasikan, seperti hanya membayar parkir jika ada karcis.
Pemerintah juga sudah mensosialisasikan kepada para pelaku usaha untuk menyediakan lahan parkir sesuai aturan, dan jika ingin bekerjasama bersama Dishub, akan dibantu untuk melancarkan lalu lintas.
Dimohon masyarakat untuk melakukan aduan jika didapatkan juru parkir liar.
Hal yang menjadi keluhan dari masyarakat yaitu daerah pengawasan juru parkir yang terlalu luas, sehingga menimbulkan keraguan, apakah kendaraannya dijaga dengan baik atau tidak. Jika tidak, masyarakat merasa rugi jika harus membayar parkir sedangkan biasanya helm ataupun barangnya ada yang hilang.
Koordinasi bersama bersama organisasi masyarakat belum dilaksanakan. Namun, hal yang telah dilaksanakan saat ini yaitu koordinasi dengan pihak Kepolisian, TNI, Satpol PP, dan lainnya untuk melakukan penangkapan juru parkir. Jadwal pelaksanaannya telah ditetapkan namun tidak akan diberitahu secara umum, agar juru parkir liar tidak bersembunyi.
Saat ini telah ditugaskan 3 orang dari Dinas Perhubungan dan 3 orang dari Satpol PP untuk mengatasi premanisme (eksekusi lapangan).
Pada prinsipnya, pemerintah tidak melarang adanya pekerjaan sebagai juru parkir, namun harus berkoordinasi dulu bersama Dishub untuk berdiskusi membicarakan tentang pendapatan, karena hal yang telah dikatakan tadi, bahwa masih banyaknya kasus dimana juru parkir bisa mendapatkan pendapatan hingga misal Rp 6 Juta per bulan, namun yang disetorkan kepada Dishub hanya Rp700.000,- saja.
Sejak ditetapkannya perda, yaitu 1 Agustus 2023, telah dilakukan sosialisasi kepada juru parkir di Kota Palu, dan sekarang saatnya untuk langkah lebih lanjut, seperti penertiban yang tidak sesuai aturan.
Untuk penertiban sendiri, Dishub telah bekerjasama dengan TNI, Polri, Kejaksaan, Pengadilan, dan Hakim. Dishub dan Satpol PP bertugas untuk mengatasi ranah lapangan, dan akan dieksekusi di rumah tahanan.
Dari Dinas Perhubungan tidak menyediakan pos pengaduan. Sehingga bagi masyarakat yang takut akan premanisme dari juru parkir liar dapat langsung melaporkan aduan langsung ke kontak Dinas Perhubungan dan akan langsung ditindaklanjuti.
Salah satu permasalahan lain juga yaitu juru parkir yang telah lama berada di zona nyaman, dimana juru parkir merasa nyaman dengan pendapatannya sehingga ketika diajak untuk bekerjasama dengan pemerintah dirasa memberatkan, dan susah untuk berubah.
Kita dapat bercontoh di daerah Tuban, menggunakan parkir berlangganan. Masyarakat membayar biaya parkir bulanan dan juru parkir dikelola oleh pemerintah. Namun untuk menerapkan hal ini juga butuh proses.
Selanjutnya pemateri dari Akademisi Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Kota Palu Arief Setiawan ST., MT., IPM., Asean Eng.
Menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, telah dikatakan bahwa di jalan nasional tidak diperbolehkan adanya parkir, kemudian untuk jalan kota dan kabupaten diperbolehkan adanya parkir namun dengan aturan.
Jalanan digunakan untuk lalu lintas, bukan untuk lahan parkir. Lahan parkir yang baik yaitu yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu lintas yang ada.
Terkait hal ini perlu untuk disadari bersama-sama. Sehingga, jika terjadi suatu permasalahan, seluruh pihak dapat dengan segera menyadari dan menanggulangi permasalahan tersebut.
Kita bisa mencontoh dari kota lain untuk menerapkan pola mengenai masalah kelola parkiran. Setiap kegiatan yang mengganggu lalu lintas wajib diberi sanksi dengan tegas.
Pelaku usaha dan Pemerintah bekerjasama dalam mencari jalan keluar terhadap kekhawatiran dalam penyediaan lahan parkir.
Di kota lain pun, hal ini juga menjadi salah satu permasalahan. Di daerah Yogyakarta, pemerintah menyediakan lahan parkir.
Selain sosialisasi, akan dicarikan cara lagi untuk memberikan pemahaman kepada juru parkir.
Permasalahan ini memang adalah hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini membutuhkan proses dan waktu, tidak bisa hanya selesai dalam satu malam saja. Hal ini merupakan hal yang baik, dan diharapkan agar kita bisa konsisten.
Sementara itu, dari Satuan Lalu Lintas Polresta Palu Nofianto, SH menyebutkan bahwa Permasalahan lalu lintas itu adalah permasalahan yang masih sering kita jumpai.
Lalu lintas diatur melalui rambu-rambu lalu lintas, yang saat ini telah menggunakan e-TLE, dimana memiliki SOP tilang e-TLE, melalui patroli keliling, melalui handphone dengan memotret kendaraan yang melanggar, dan kamera-kamera pengawas yang telah dipasang di beberapa titik Kota Palu.
Tilang e-TLE dilakukan dengan dikirimkannya bukti dokumentasi dan surat tilang ke rumah masing-masing pelanggar.
Sesuai dengan Pasal 287 UU Lalu Lintas Jalan Raya, pengemudi yang melanggar lalu lintas dapat didenda sebesar Rp500.000,-
Pelanggaran rambu lalu lintas yang disertai kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, maka keluarga korban akan diberi santunan sebesar Rp50.000.000,- dan kecelakaan korban yang mengakibatkan cacat tubuh akan diberi sanrunan sebesar Rp25.000.000,- dengan syarat bahwa korban harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Pasal 289 UU Jalan Raya, pengemudi yang tidak menggunakan sabuk pengaman akan didenda sebesar Rp500.000,- dan penumpang (samping pengemudi) yang tidak menggunakan sabuk pengaman akan didenda sebesar Rp250.000,-
Masyarakat dihimbau untuk taat berlalu lintas.
Pasal 298 UU Jalan Raya, tidak menggunakan helm ber-SNI akan diberi sanksi penjara selama 2 bulan dan/atau denda maksimal Rp250.000,-
Pasal 281 UU Jalan Raya, pengemudi yang tidak memiliki SIM akan diberi sanksi 4 bulan penjara dan/atau denda maksimal Rp1.000.000,-
Menggunakan helm ber-SNI berfungsi untuk menghindari debu, menjaga daerah vital yaitu kepala, mengihdari benturan yang keras.
Mengenai masalah juru parkir liar, kepolisian sering mendapatkan laporan, seperti tidak diberikannya karcis, tidak memakai rompi, dan premanisme.
Contohnya seperti di Palu Plaza, pernah sampai Rp10.000,- per kendaraan, dan dipaksa bayar sekian (premanisme)
Beberapa juru parkir liar melakukan hal ini karena merupakan mata pencaharian, namun biaya parkir yang tidak sesuai standar dapat menimbulkan keresahan masyarakat, dan telah banyak yang menjadi korban.
Di Alfamifi, pihak perusahaan telah membayar langsung ke pemerintah, sehingga tidak perlu diadakan biaya parkir lagi.
Diharapkan bagi masyarakat agar taat aturan, yaitu hanya membayar parkir jika diberikan karcis.
Rp4.000,- per karcis merupakan biaya retribusi untuk pembangunan Kota Palu.
Pemateri selanjutnya yakni Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kota Palu Mutmainah Korona, SE.
Menyebutkan bahwa Perda No. 3 Tahun 2022 yang kemudian Perubahan Perda No.6 Tahun 2023 Pasal 19 dan Pasal 71, mengatur bahwa jika juru parkir tanpa rompi, tanpa karcis, dan tanpa peluit, bisa dicurigai sebagai juru parkir liar.
Slogan “Parkir Gratis Kalau Tidak Ada Karcis” diharapkan dapat diterapkan oleh para juru parkir dan juga masyarakat.
Premanisme menjadi salah satu tantangan satgas, dimana juru parkir yang melanggar jika ditegur malah melakukan penolakan, dan hal ini menjadi catatan dan menjadi salah satu problem utama juga.
Melanggar aturan perparkiran dapat dikenakan hukuman penjara selama 15 hari dan/atau denda Rp2.500.000,-
Permasalahan ini dapat terwujud dengan bantuan masyarakat. Pada kenyataanya, masih banyak masyarakat yang tidak mempermasalahkan dan masih memberikan uang parkir tanpa mengecek aturan tadi, seperti meminta karcis.
Jadi, sangat diharapkan adanya kesadaran masyarakat bahwa hal ini menjadi tantangan kita bersama, dan menjadikan hal ini sebagai hal yang harus dipatuhi.
Penegasan mengenai hal ini telah direalisasikan melalui dibentuknya satuan tugas.
Biaya parkir berada di 3 besar sebagai tingkat kebocoran anggaran. Jumlah yang didapatkan tidak sesuai dengan jumlah yang disetor kepada pemerintah.
Sesuai dengan peraturan, mulai Januari 2024, target pemasukan kota dari parkir yaitu sebesar Rp16,3 Miliar. Dengan adanya 73 titik lahan parkir di Kota Palu, harusnya bisa mencapai target tersebut.
Diharapkan masyarakat mulai mengatakan tidak untuk melanggar aturan parkir.
Forum diskusi akan lebih baik jika ada perwakilan masyarakat yang paham mengenai parkir di Kota Palu, agar dapat saling bertukar pemahaman.
Diharapkan adanya forum yang lebih terbuka untuk diskusi antara beberapa pihak.
Acara selanjutnya dilanjutkan dengan Diskusi yang disampaikan Sugeng Priadi, Kecamatan Palu Selatan Membahas permasalahah perparkiran, membahas kendaraan dan juru parkir.
Menurut UU bahwa jalan nasional tidak boleh ada perparkiran, namun realitanya, di Kota Palu masih terdapat banyak pelaku usaha yang membuka usahanya di pinggir jalan nasional, dan tidak memungkinkan jika tidak ada lahan parkir.
Apakah mungkin jika penurunan status menjadi jalan kota/kabupaten dilakukan sebagai salah satu solusi?
Diharapkan agar sanksi untuk juru parkir liar lebih ditegaskan lagi sanksinya, perlu adanya penekanan penegakan hukuman, karena sudah ada juru parkir yang telah diberi honor oleh pemerintah.
Ketika ada juru parkir yang menjadikan hal ini sebagai satu-satunya mata pencahariannya kemudian melanggar dan ditangkap, maka akan diberi hukuman penjara, lalu bagaimana dengan tanggungannya yang harus diberi makan?
Mengenai hal ini, maka itu akan menjadi tanggung jawab negara. Biaya makan jukir pelanggar, akan disediakan makanannya di rumah tahanan.
Diakhir acara Closing Statement dari Satuan Lalu Lintas Polresta Palu Nofianto, SH menyampaikan bahwa Pihak kepolisian menghimbau kepada seluruh masyarakat Kota Palu, bahwa disetiap jalan, baik di jalan nasional, jalan provinsi, ataupun jalan kota/kabupaten, agar selalu memperhatikan rambu lalu lintas, seperti rambu parkir dan termasuk juga di trotoar, dimana hal ini telah diatur dalam perda tentang pengelolaan parkir.
Jadikanlah Kota Palu menjadi kota yang berkembang, dimulai dari masalah tertib perparkiran maupun tertib berlalu lintas. Mengemudilah kemana saja dan selamat sampai tujuan.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Palu Trisno Yunianto DP, SH., MH memohon
dukungan seluruh masyarakat Kota Palu, Stakeholder terkait, DPR, tolong untuk mengindahkan aturan kami. Sama-sama kita mewujudkan budaya meminta karcis.
Akademisi – Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Kota Palu Arief Setiawan ST., MT., IPM., Asean Eng Menyampaikan kembali, jalanan adalah untuk lalu lintas.
Jangan sampai kita berpikir hanya perparkiran saja yang dimaksimalkan, namun juga layanan jalanan lain harus dimaksimalkan. Untuk para juru parkir liar harus ada law inforcement, agar dapat diwujudkan dengan lebih baik, dan bisa dilakukan bersama.
Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kota Palu Mutmainah Korona, SE juga menyampsikan Partisipasi masyarakat, penegakan hukum, fungsi masyarakat, jika diperkuat insyaAllah permasalahan bisa diselesaikan.
Satgas dimaksimalkan, masyarakat memajukan, kemudian kontribusi bisa dikembangkan, dan menguatkan tata kelola perparkiran. Setuju dengan statement sebelumnya, tahun depan DPR meluaskan tentang perda implementasi yang akan dilaksanakan diakhir tahun akan ada kajian khusus tentang peraturan daerah yang masih layak atau tidak.
Yang akan dikenakan teguran bukan juru parkirnya, tetapi pelaku usahanya agar lebih tegas mengenai lahan parkirnya. Teguran bisa berupa denda sebesar Rp5.000.000,- hingga pencabutan izin usaha. Dari perda ini, diharapkan kita bisa sedikit demi sedikit untuk mencari jalan keluarnya dan mendapatkan ritme bersama pemerintahan kota, dan diharapkan agar tidak adanya kericuhan.
Penertiban baik untuk masyarakat. Masyarakat bekerjasama dengan pemerintah agar bisa bersinergi dengan baik.